Minggu, 15 Mei 2011

Seven Pounds



Seven Pounds sebuah drama yang mengisahkan pergumulan batin seorang anak manusia. Ia terteror dosa karena kelalaiannya. Tujuh nyawa meregang nyawa, tak terkecuali istri yang sangat dicintainya. Ben Thomas (Will Smith), lelaki itu, setiap hari dihantui perasaan berdosa. Bayang-bayang itu, kini telah meracuni pikiran dan membunuh akal sehatnya.
Thomas tak henti-henti menyesali perbuatannya. Andai, malam itu, ia tak tergerak ‘bermain-main’ dengan telepon genggamnya,  boleh jadi, kecelakaan itu tak bakalan menghampirinya.  Sang istri, telah memberinya peringatan. Namun, Thomas bergeming. Ia bersikeras membuka pesan singkat itu. Sejurus kemudian, sorotan lampu  mobil dari arah berlawanan menghampirinya. Mobil yang ditumpangi Thomas berguling di atas aspal. Istrinya, terpental hingga terkapar tak bernyawa. Di sudut lain, enam orang meregang nyawa. Bagi, Thomas, kejadian itu ibarat mimpi buruk yang tak pernah lenyap. Perasaan bersalah telah menggiring Thomas untuk mengakhiri hidupnya. Tapi, pikiran itu tak segera berlaku. Setidaknya, Thomas memilih tindakan yang jauh lebih terhormat.    
Thomas, diam-diam mencuri kartu identitas Ben (Michael Early), saudara laki-lakinya, yang bekerja sebagai petugas IRS (Internal Revenue Service). Dengan cara ini, ia bisa mengakses database milik IRS dan menemukan jejak siapa orang-orang yang layak mendapatkan pertolongannya.
Demi menembus kesalahannya, Thomas berniat melakukan perbuatan yang mulia bagi mereka yang benar-benar membutuhkannya. Lewat cara ini, ia berharap segala kesalahannya bisa ditebus dan memulai hidup tanpa perasaan berdosa. Selamanya…
Holly Apelgren (Judyann Elder), Ezra Turner (Woody Harrelson), Connie Tepos (Elpidia Carrillo) dan Emily Posa (Rosario Dawson), menjadi targetnya. Menurut Thomas, mereka adalah orang-orang yang layak mendapatkan pertolongan. Berbagai permasalahan hidup tengah mereka dihadapi. Ezra Turner, misalnya, dia adalah seorang pianis yang baik hati. Ia sosok yang tak pernah lelah untuk berbagi, meski ia seorang yang buta.  Nasib juga tak berpihak kepada Connie Tapos. Kehidupannya Ibu dua anak ini kurang beruntung. Kekasihnya, kerap melakukan kekerasan fisik. Setiap hari, bahkan di depan anak-anaknya. Thomas, dengan kartu identitas curiannya, mencoba menyelinap dan mengawasi gerak-gerik mereka  agar  bisa mengenal jatidiri mereka. Bagi mereka, Thomas menebar sebuah harapan baru.
Sutradara Gabriele Muccino menghadirkan pesan itu secara gamblang. Ruang roman disajikan lewat lakon Emily Posa. Ya, Thomas, paham betul jika harapan untuk layak diberikan kepada Posa. Ia perempuan yang sangat menyenangkan. Penuh semangat dan mandiri. Sayang, hidup Posa tinggal sesaat. Posa divonis menderita penyakit jantung dan segera membutuhkan organ agar bisa bertahan hidup. 
Perlakuan berbeda inilah yang kemudian menghantarkan jalinan kisah asmara di antara keduanya. Meski lagi-lagi, Thomas tak bisa membohongi perasaannya pada mendiang istri tercintanya.  Kisah yang disuguhkan penulis skenario Grant Nieporte, memang memiliki alur cerita yang kuat. Sayang, di babak awal, jalinan kisah yang disajikan terasa  begitu lamban dan monoton. Utunglah, pada babak akhir, cerita yang disodorkan mulai menemukan bentuknya. Kejutan-kejutan itu mulai ditebar hingga berujung pada sebuah kisah yang mengharu biru. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar